MAMDAPO

MTs Muhammadiyah 3 Yanggong

Kunjungan Kerjasama

Menjalin kerjasama dengan Perguruan Tinggi setempat untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

Simulasi UNBK

Simulasi UN CBT 2017 di LAB. Komputer MTs Muhammadiyah 3 Yanggong.

Gedung Madrasah

Suasana madrasah yang kondusif untuk pemebalajaran, rindang dan hijau...

Parade Drumband

Parade Drumband dalam rangka Wisuda Purnawiyata Perguruan Muhammadiyah Yanggong.

Friday, June 26, 2015

PERAN KAUM MUDA UNTUK STRATEGI PERGERAKAN PERSYARIKATAN Oleh : Abdul Ghoni Mahmudi, S.Pd

Pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul ketika berbicara strategi pergerakan adalah (i) bagaimana cara agar eksistensi pergerakan Muhammadiyah ke depan tetap terjaga, (ii) bagaimana cara membangkitkan semangat warga Muhammadiyah untuk turut serta dalam dakwah persyarikatan, (iii) bagaimana cara membuat strategi pergerakan persyarikatan yang kreatif dan iovatif sehingga antusias warga menjadi semakin besar. Hal itu, jika diperpanjang bisa memunculkan banyak pertanyaan-pertanyaan lagi, mengingat tantangan pergerakan persyarikatan Muhammadiyah semakin hari semakin berat.
Tantangan-tantangan dari dalam maupun dari luar semakin terasa dalam proses pergerakan persyarikatan. Jika hal ini dibiarkan berlarut tentunya akan terjadi masalah melemahnya nilai-nilai persyarikatan yang sejak dulu diperjuangkan oleh tokoh-tokoh terbaik Muhammadiyah. Mau ataupun tidak mau perubahan zaman yang semakin kompleks menuntut kita untuk mengikuti kemanapun arahnya. Kalau tidak bisa menyesuaikan dan menyikapi, maka bukan hanya dampak positifnya yang akan mengenai kita, melainkan juga dampak negatifnya.
Mengapa seolah kita kualahan menghadapi masalah ini? Jawabannya barangkali karena tradisi dan kultur strategi pergerakan persyarikatan bukanlah strategi yang berkualitas, tetapi kultur air sungai yang hanya ikhlas mengalir lewat liuk sungai yang terbangun. Hal ini, menjadi awal penyebab kurang berkualitasnya strategi pergerakan di satu sisi, dan pada sisi lain berakibat pada ketidakberkualitas  strategi yang dihasilkannya.untuk inilah, maka penting memikirkan strategi pergerakan yang bersifat dinamis dan berkualitas.
Berbicara masalah strategi pergerakan persyarikatan, sebenarnya sudah tersusun rapi sejak dulu. Namun, pada kenyataannya pelaksanaan di lapangan masih terdapat hambatan dan sering terjadi benturan-benturan. Banyak kepala, tentu banyak pemikiran-pemikiran yang berbeda. Apalagi jika di dalam pemikiran tersebut terdapat kepentingan pribadi yang ingin diterapkan dalam sebuah strategi tersebut. Mengharapkan terciptanya strategi yang bisa dilaksanakan dengan baik, rasanya tidak mungkin. Untuk itu, melihat peluang seiring berubahnya zaman dan memaksimalkan kompetensi yang dimiliki merupakan pilihan utama. Lalu, bagaimana caranya melihat peluang dan memaksimalkan kompetensi yang dimiliki?
Muhammadiyah merupakan organisasi yang sudah berdiri lama, punya banyak amal usaha, punya orang-orang hebat, punya masa dan simpatisan dimana-mana yang selalu siap mendukung pergrakan persyarikatan. Jika Muhammadiyah mampu mengakomodir semuanya, tentunya bukan hal yang mustahil akan mampu melakukan pergerakan yang berkualitas. Salah satu aset berharga yang dimiliki Muhammadiyah untuk melanjutkan pergerakan adalah kaum muda. Ortom seperti Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Nasyiatul ‘Aisyiyah (NA), Hizbul Wathan (HW), Tapak Suci, dan Pemuda Muhammadiyah mempunyai anggota yang banyak dan masih berusia produktif. Siapa yang meragukan kemampuan dan ketangguhan kaum muda? Semua orang mengakui bahwa kaum muda mempunyai kemampuan untuk dapat berbuat sesuatu yang lebih. Tenaga kaum muda masih energik dan pemikiran-pemikiran serta gagasan-gagasannya sangat kreatif. Apalagi di dalam Muhammadiyah, kemampuan dan kreativitasnya terwadahi oleh ortom-ortom yang dimiliki persyarikatan.
Sudah saatnya Muhammadiyah melirik kaum muda dalam menjalankan strategi pergerakan yang dicita-citakan oleh para tokoh serta pendiri persyarikatan ini. Tanpa mengesampingkan peran yang tua dalam menjalankan strategi pergerakan, utamanya syiar dan dakwah Muhammadiyah, memang harus diakui bahwa yang tua memang dari segi tenaga dan pemikiran akan lebih lamban atau bahkan sulit berkembang mengikuti perkembangan jaman yang syarat akan tantangan. Dengan memberi peran kaum muda dalam strategi-strategi pergerakan, seperti di bidang kepemimpinan, kepengurusan maupun semua yang ada di amal usaha Muhammadiyah, maka hal-hal baru dan inovatif akan muncul. Namun, tentunya para kaum tua juga harus ikut serta memantau setiap langkah kaum muda.
Pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan. Ungkapan ini begitu masyhur dan telah menjadi nyata. Selain itu juga adanya sebuah pernyataan bahwa masa depan terletak di genggaman para pemuda. Artinya, baik buruknya suatu umat di masa datang di tentukan oleh baik buruknya pemuda di masa kini. Ungkapan tersebutlah yang menjadi barometer dan standarisasi dalam pembinaan dan mendidik generasi muda untuk melanjutkan estafet perjuangan.
Pemuda merupakan pilar kebangkitan umat. Dalam setiap kebangkitan, pemuda merupakan rahasia kekuatannya. Dalam setiap fikrah, pemuda adalah pengibar panji-panjinya. Dengan demikian, maka sungguh banyak kewajiban pemuda, tanggung jawab, dan semakin berlipat, hak-hak umat yang harus ditunaikan oleh para pemuda. Pemuda dituntut untuk berfikir panjang, banyak beramal, bijak dalam menentukan sikap, maju untuk menjadi penyelamat dan hendaknya mampu menunaikan hak-hak umat dengan baik. Dengan kata lain, pemuda sesungguhnya dituntut untuk mendidik dirinya menjadi pemuda yang memiliki jiwa-jiwa pemimpin. Hal ini, tentunya harus menjadi perhatian Muhammadiyah dalam memantau, membimbing, serta memberi kesempatan para kaum muda.
Ada dua hal yang menonjol pada diri pemuda dalam sebuah gerakan. Pertama, kedudukannya sebagai basis operasional, dan kedua, perannya dalam proses kaderisasi. Kekuatan dan kesemangatan membuat pemuda menjadi sangat cocok bagi peran operasional yang membutuhkan energi besar. Sedangkan kepolosannya memudahkan para penggerak untuk menanamkan nilai-nilai yang akan memotivasi aktivitas gerakan.
Potensi kepemudaan ini sangat dihargai di semua lini kehidupan terlebih menurut islam. Arahan bagi para pemuda untuk menyalurkan potensinya kepada kebaikan yang sejati. Kebaikan yang akan membuat mereka jaya di dunia dan juga di akhirat. Berhamba hanya kepada Allah, berjuang hanya untuk kejayaan Islam, bekerja keras hanya untuk menegakkan kebenaran yang sejati, dan mengabdikan diri untuk kemajuan pergerakan persyarikatan. Inilah jalan hidup kaum muda Muhammadiyah yang berharga.
Ada beberapa kelebihan kaum muda Muhammadiyah yang nantinya bisa dijadikan sebagai estafet kepemimpian serta pelaku dan penerus strategi pergerakan muhammadiyah.
1.      Jiwa Kepemimpinan
Pemimpin dalam sebuah organisasi, ibarat kepala bagi tubuh. Inilah yang menentukan seluruh tujuan dan disini pula tempat berkumpulnya segala macam informasi. Pemimpin bertugas memikirkan, dan mengkaji setiap masalah yang dihadapi oleh apa yang telah ia pimpin. Pemimpin juga merupakan lambang kekuatan, persatuan, keutuhan dan disiplin.
Seorang bijak pernah mengatakan: “Pemimpin yang baik adalah yang mampu membantu memecahkan kesulitan mereka yang dipimpin serta mempersiapkan calon atau kader pemimpin yang nanti akan menggantikannya.” Disinilah pemimpin diharapkan mampu melakuakan perubahan baik bagi dirinya maupun orang lain dan yang dipimpinnya menuju kearah kebaikan.
Kepemimpinan pemuda pada masa kecemerlangan Islam dan masa abad ke-20 dan berbagai kenyataan menunjukkan bahwa sebagian besar peristiwa yang telah lalu banyak dipengaruhi oleh mereka yang tergolong pemuda. Hampir seluruh gerakan di dunia, sejak zaman purba hingga zaman satelit ini, pemuda memiliki peran yang cukup signifikan. Bahkan ketika Islam mencetuskan gerakan dakwahnya belasan abad yang silam. Kepemimpinan itu telah ada dari zaman Rasulullah SAW hingga kini.
Sebagai salah satu acuan pada zaman tabi’it tabi’in. Umar bin Abdul Aziz adalah salah satu contoh sosok pemuda yang berhasil dalam memimpin di masanya.
Telah diriwayatkan bahwa sosok Umar bin Abdul Aziz menghadirkan pribadi yang sungguh luarbiasa. Hal itu dapat terlihat dari kesucian jiwanya dan keagungan jejak hidupnya. Walaupun Umar bin Abdul Aziz tidak hidup pada masa diturunkannya wahyu namun ia mencoba mamindahkan masa wahyu itu kepada masanya, yaitu masa-masa yang penuh dengan kegelapan, penindasan dan diwarnai oleh fanatisme yang membabi buta.
Pada masa itu, Umar bin Abdul Aziz mampu merubah tradisi Daulat Bani Umayyah yang rendah yang telah berlalu selama 60 tahun, menjadi masa pemerintahan yang indah, baik, adil, dan sejahtera yang mirip dengan masa Rasulullah SAW.
Dalam hal tersebut yang ia habiskan hanya memakan waktu dua tahun lima bulan dan beberapa hari saja. Keistimewaan dirinya inilah membuat Umar bin Abdul Aziz dan sejarah perjuangannya lebih mirip legenda daripada fakta.
Umar bin Abdul Aziz menerima kekuasaan sebagai khalifah dikala ia masih muda. Saat itu usianya belum mencapai 35 tahun. Suasana yang ditemui Umar bin Abdul Aziz diawal kekhalifahannya telah memaksanya untuk menumpahkan perhatiannya yang lebih besar terhadap hak-hak manusia.
Peran pemimpin tersebutlah yang layak direvitalisasi kembali dengan baik dan benar khususnya bagi kaum muda, karena merekalah yang akan menjadi teladan konkrit bagi masyarakat kontemporer dalam mewujudkan tujuan mulia dan cita-cita Muhammadiyah. Anggapan bahwa kaum muda masih labil, nampaknya sudah harus ditangguhkan dengan melihat lebih dalam kepada kader-kader yang lahir dari binaan organisasi otonom maupun amal usaha Muhammadiyah lainnya seperti sekolah, ponodok pesantren dan universitas.
2.      Kekuatan dan Peran Pemuda Terhadap Perubahan
Perubahan yang diinginkan bersama dalam Muhammadiyah adalah perubahan yang komprehensif dan substantif, meliputi seluruh bidang kehidupan dan sisi normatif bagi seluruh umat. Bukan sekedar perubahan yang sifatnya parsial dan hanya menjadi solusi sesaat, yang pada akhirnya akan kembali melahirkan masalah-masalah baru. Untuk itulah sangat dibutuhkannya peran kaum muda yang bersungguh-sungguh dalam melakukan perubahan.
Ada kontribusi lain yang bisa diberikan kepada Islam dan persyarikatan ini, yaitu tenaga dan amal nyata yang dilakukan oleh para pemuda. Seorang mukmin dalam perspektif Al-Qur’an digambarkan sebagai manusia yang dinamis, progresif dan produktif. Dia senantiasa memiliki daya juang dan daya dobrak dalam menebarkan nilai-nilai kebenaran yang telah diyakininya. Begitu juga memiliki prinsip istiqomah dalam amanah yang telah dipikulnya. Bekerja adalah budayanya, berkorban adalah nalurinya dan fitrahnya adalah keberanian.
Selalu tegar dan tidak pernah gentar dalam menebarkan nilai kebenaran dan kebaikan. Beramal dan bergerak juga merupakan indikator kebaikan hidup bagi seorang pemuda Muhammadiyah. Karena semua yang bergerak dan beramal akan mendatangkan kemashlahatan dan kebaikan.
Sungguh fitrah ini bisa sukses apabila ada umat yangkuat, keikhlasan yang penuh di jalannya, hamasah yang membara dan adanya persiapan yang melahirkan tadhhiat (pengorbanan) dan amal untuk merealisasikannya. Dan hampir-hampir empat pilar ini (iman, ikhlas, hamasah dan amal) merupakan karakteristik bagi para pemuda. Karena dasar keimanan adalah hati yang cerdas, dasar keikhlasan adalah nurani yang suci, dasar hamasah adalah syu’ur yang kuat dan dasar amal adalah ‘azm menggelora.” (Hasan Al Banna).
Oleh karenanya, seorang pemuda tidak akan berpangku tangan tanpa ada partisipasi dalam mewujudkan agenda perubahan umat. Tuntutan bagi para pemuda untuk bergerak dikarenakan bahwa pemuda adalah sosok yang memiliki jiwa intelektualitas. Sebagai entitas masyarakat, pemuda juga berusaha kritis terhadap kondisi masyarakatnya dan berusaha mengungkapkan realitas dan fakta-fakta yang terjadi di masyarakat, dan menyampaikan langsung kepada para penguasa dan mampu mengambil kebijakan. Pada akhirnya pemuda menjadi tumpuan bagi rakyat untuk terus menyuarakan perubahan.
Muhammadiyah tidak kekurangan kader muda yang mempunyai kekuatan terhadap perubahan. Setiap tahun banyak kaum intelektualitas mudah yang diluluskan oleh kampus-kampus dan sekolah-sekolah Muhammadiyah. Mereka mampu dan mempunyai kekuatan. Hanya saja, kadang mereka belum punya kesempatan untuk mengamalkan ilmu dan pemikirannya untuk turut serta dalam strategi pergerakan persyarikatan.
3.      Harapan, Peluang dan Tantangan Kepemimpinan Pemuda
Sebuah proses perubahan sangat dipengaruhi oleh pemimpin. Terlebih lagi dalam struktur dan budaya sosial yang paternalistik. Untuk dapat mewujudkan masyarakat yang beradab, bangsa ini harus memiliki pemimpin yang amanah, mau bekerja keras, dan mampu mengarahkan serta menggerakkan massanya untuk bersama berjuang mencapai cita-cita perjuangannya. Hal inilah yang menjadi harapan bagi seluruh warga Muhammadiyah dan para pemuda.
Kalau dilihat di negara Indonesia, para foundhing fathers telah menetapkan, bahwa perubahan yang harus terjadi adalah terwujudnya kemerdekaan, kebersamaan, ketuhanan yang Maha Esa, krmanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kedaulatan rakyat, dan yang terakhir adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana termaktub dalam konstitusi negara kita. Sebuah cita-cita besar dari sebuah perubahan. Begitu juga dalam Muhammadiyah yang mempunyai cita-cita dan tujuan mulia demi terciptanya masyarakat yang berguna di dunia maupun di akhirat nanti.
Berbagai tantangan telah dilalui, namun perubahan yang diinginkan oleh seluruh umat khususnya rakyat Indonesia dan umumnya para tokoh Muhammadiyah belum banyak yang dapat diwujudkan. Keinginan mendapatkan perubahan tetap terus bersemayam di dalam dada seluruh umat hingga kini. Mereka masih terus menuntut, bergerak, berjuang dan melawan hingga tercapainya perubahan menuju kehidupan yang lebih baik bagi rakyat.
Hal itulah yang menjadi salah satu tantangan bagi para pemuda sebagai pemimpin masa depan. Adapun hal lain yang menjadi tantangan bagi para pemuda dalam melakukan perubahan adalah terkotorinya kepribadian persyarikatan oleh beberapa oknum yang melumpuhkan sendi kekuatannya.
Kepemimpinan untuk saat ini masih menjadi sebuah masalah yang harus terus diasah dan ditingkatkan kualitasnya. Apalagi itu akan menjadi sangat urgen ketika kita mengharapkan kokohnya kepemimpinan yang bisa menampilkan moral dan akhlaq Islami. Kepemimpinan masih menjadi masalah krusial yang kemudian mengakibatkan negeri ini mengalami krisis multidimensi yang parah. Akan tetapi, hal tersebut tidak mustahil terwujud. Kader-kader Muhammadiyah telah digembleng mulai dari kecil dengan mengikuti organisasi pelajar di tingkat ranting. Hal inilah yang menjadi modal besar para pemuda Muhammadiyah untuk melakukan sebuah perubahan.

Kesimpulannya, Pemuda kapanpun dan dimanapun ia berada adalah harapan bagi persyarikatan, masyarakat, dan bangsa. Harapan untuk perbaikan dan kemajuan ada di tangan mereka. Oleh karena itu, idealisme pemuda yang tinggi akan bisa menanggung beban yang diberikan di pundaknya.
Peran pemuda dalam setiap episode sejarah tentu berbeda. Skenario yang akan dimainkan pasti tidak sama karena kebutuhannya pun sudah berbeda dari waktu sebelumnya. Saat ini pemuda bisa menjadi bagian dari official actors dalam proses pengambilan kebijakan dengan cara masuk dalam lingkaran kekuasaan melalui lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif. Kontribusi pemuda juga bisa melalui unofficial actors dengan mempengaruhi kebijakan pemerintah dari luar. Caranya dengan masuk dan berperan dalam partai politik, media massa, kelompok kepentingan atau interest group, organisasi riset atau lembaga penelitian.
Untuk itu, sudah saatnya Muhammadiyah memberi kesempatan kaum muda untuk berkiprah dalam strategi perjuangannya. Dengan begitu semua lini akan mampu membantu serta memberi dukungan terhadap apa yang telah dicita-citakan oleh Muhammadiyah. Sangat disayangkan jika Muhammadiyah membiarkan kader-kadernya hilang begitu saja atau berkembang bukan dalam naungan Muhammadiyah.
Apapun dan bagaimanapun kontribusi pemuda dibutuhkan oleh bangsa dan persyarikatan ini. Kita tidak bisa menilai bahwa yang duduk dalam kekuasaan memiliki kontribusi yang lebih besar daripada mereka yang aktif untuk memberdayakan masyarakat. Jabatan atau kedudukan bukanlah tujuan. Ia hanyalah sarana untuk mencapai tujuan. Orang baik adalah orang yang paling banyak memberikan manfaat  kepada orang lain. Semoga kita menjadi salah satunya. Kaum muda Muhammadiyah ada untuk bangsa dan akan berkontribusi untuk persyarikatan.

Penulis : Abdul Ghoni Mahmudi

Saturday, May 23, 2015

Memperbaiki Tombol Keyboard yang Tertukar

Pada saat instalasi laptop/PC terkadang kita tidak sadar akan istilah Input Language, secara sengaja maupun tidak sengaja kita merubah Input Language ke pengaturan English (UK). Maka akibatnya tombol keyboard akan banyak yang tertukar. Misalkan Tombol at (@) tertukar dengan tanda petik (“) Maka dari itu agar kembali normal sesuai dengan yang tertera pada tombol keyboard silakan di atur ulang Input Language ke English (US)-International.
Adapun langkahnya sebagai berikut :
1.      Masuk kedalam control panel dan cari dan pilih pengaturan Change Keyboard

 2.      Pilih change keyboard, kemudian muncul dialog box Text Servise and Input Language kemudian klik Add














3.      Setelah add akan muncul pilihan Dialog Box Add Input language pilih English (United State) dan Expand Keyboard kemudian centang pada United State-International

















4.      Kembali pada dialog box Text Servise and Input Language, Pilih English (United State) dan Move Up dan pada Default Input Language pilih English (United State)-United State International


















5.      Setelah semua langkah dilalui, terakhir tinggal klik OK dan lihat perubahannya. Kalo belum berubah silakan direstart komputernya.

Tuesday, April 28, 2015

Alumni 2012/2013

ALUMNI MTs MUHAMMADIYAH 3 YANGGONG
TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Nomor Nama
Urut Peserta Induk
1 20-509-001-8 1634 AGUS PURNOMO SAKTI
2 20-509-002-7 1635 AHMAD SIDIK
3 20-509-003-6 1636 ALEXY MAULANA ISBA
4 20-509-004-5 1637 ARI FADLI
5 20-509-005-4 1639 DAVID SETYO MAHENDRA
6 20-509-006-3 1640 FAHRUL MUHAYAT ISLAMI
7 20-509-007-2 1641 FAJAR IS KARIMAN
8 20-509-008-9 1642 FENDI FIRMANSYAH
9 20-509-009-8 1644 HANIP HERI HERIYAWAN
10 20-509-010-7 1646 JAT RONY ISMAWANTO
11 20-509-011-6 1647 MIRZA ASRIAN PRIASMORO
12 20-509-012-5 1648 MUHAMMAD ALFIAN CHOIRUL FATHONI
13 20-509-013-4 1649 MUHAMMAD IKHSAN MU'MININ
14 20-509-014-3 1650 M. KHOIRUL ANAM
15 20-509-015-2 1651 ONGKY PRATAMA SHANDIKA EDA WARDANA
16 20-509-016-9 1653 DIAH AYU PUSPITASARI
17 20-509-017-8 1654 DWI KRISTIANA
18 20-509-018-7 1655 ERNA FIDIAWATI
19 20-509-019-6 1656 FERA JULIANA
20 20-509-020-5 1657 INNA SALASATUN QOIRIAH
21 20-509-021-4 1658 INDRIANI
22 20-509-022-3 1659 MAYA LUSIANA
23 20-509-023-2 1660 MUJADIDATUL ISTIQOMAH
24 20-509-024-9 1661 NOVI TIYA NUR ISLAMIYAH
25 20-509-025-8 1662 NOVI PANCARINI SETIANINGSIH
26 20-509-026-7 1663 NUR HIDAYAH
27 20-509-027-6 1664 RIRIN MINASARI
28 20-509-028-5 1665 SISKA DEWI PERMATA
29 20-509-029-4 1666 SITI KHOIRUN NASI'AH
30 20-509-030-3 1667 SITI KHOLIFAH DARMA YANTI
31 20-509-031-2 1668 WIDYA SANTI
32 20-509-032-9 1669 WIDYA WATI

Alumni 2013/2014

DAFTAR ALUMNI
MTs MUHAMMADIYAH 3 YANGGONG PONOROGO
TAHUN PELAJARAN 2013/2014
NO NAMA TTL Orang Tua
1 AGUS SETIAWAN PONOROGO, 25 AGUSTUS 1998 SENEN
2 AHMAD ARIFUDIN PONOROGO, 26 JULI 1997 PARNI
3 AHMAD MUHLIS ABIDIN PONOROGO, 22 MEI 1998 BIBIT WIYONO
5 DIKKY PURWANTO PONOROGO, 10 JULI 1999 MISRAN
6 ELYNG DIAN SAPUTRA PONOROGO, 7 NOPEMBER 1997 GUNUNG
7 ERVIN FEBRUADI RIVALSAH PONOROGO, 14 NOPEMBER 1998 MESERI
8 FADLI IZZUL MUSLIMIN PONOROGO, 8 AGUSTUS 1998 AMINOTO
9 HAFIDIN PRADANA MAHAPUTRA PONOROGO, 4 JUNI 1998 MISLAN
10 IMAM DAHRUL AHLI MAHMUDIN PONOROGO, 21 DESEMBER 1997 MUJI
11 IRVANUL ZAFAR SIDIQ PONOROGO, 29 AGUSTUS 1998 SUJIANTO
12 IRWAN HADI PUTRA PONOROGO, 11 MARET 1996 KATONO
13 MAHMUD ALI MUDAKIR PONOROGO, 7 OKTOBER 1997 TASIMUN
14 MA'RUFIN MUSTAQOFUL FIKRI PONOROGO, 20 JUNI 1998 RIANDO
15 MUCHLISIN PONOROGO, 8 FEBRUARI 1999 SUYONO
16 MUHAMMAD AFIF MA'RUF PONOROGO, 11 MEI 1999 MARJUKI
17 NUR AZIZ MUHLISIN PONOROGO, 27 JULI 1998 FIJIDHIHA
18 PANJI RIVAI KURNIAWAN PONOROGO, 2 MEI 1997 MASUMITO
19 RAHAYU WIDODO PONOROGO, 8 MARET 1998 SAMIJO
20 ZAINUL MUKHLISIN PONOROGO, 20 NOPEMBER 1996 KATEMUN
21 AEFA TRI WARDANI PONOROGO, 29 APRIL 1999 MARNO
22 ANA SUGIARTI PONOROGO, 6 JUNI 1998 SIHADI
23 AZIZAH UMMAHATIN PONOROGO, 18 DESEMBER 1998 WAHYUDI
24 DAYU RAHMANIA RIZQI PONOROGO, 18 AGUSTUS 1998 GUNAWAN
25 DENIS MARDIANASARI PONOROGO, 26 MARET 1999 JARMANI
26 DWI RAMAYANTI PONOROGO, 26 SEPTEMBER 1998 SUMANTO
27 DWI SUSANTI PONOROGO, 17 MARET 1998 JEMIRIN
28 EMIL SILVIANA PONOROGO, 13 APRIL 1999 SENO
29 ERIKA ALIFUL HIDAYATI PONOROGO, 18 DESEMBER 1998 TOIMAN
30 EVA NUR SEFTIANA PONOROGO, 23 SEPTEMBER 1998 SUTRISNO
31 ILHAM MUZAHRAH PONOROGO, 7 MEI 1999 ARJO GUDEL
32 ISLAMIYATUL KHOTIMAH PONOROGO, 17 AGUSTUS 1999 SAWALUDIN
33 KHUSNUL UMI NASTA'IN PONOROGO, 14 MEI 1999 SADAJI
34 LILA NIFA NURCAHYATI PONOROGO, 28 MARET 1998 JEMALI
35 RENI TRIA SARI PONOROGO, 13 JULI 1997 SARJU
36 RENY AGUSTIN PONOROGO, 3 AGUSTUS 1999 IWAN KHOLIK
37 RIZKI RAHMAWATI PONOROGO, 25 OKTOBER 1998 SUGIHARTO
38 TIANSI EVI ADETIANINGRUM PONOROGO, 30 MARET 1998 SUGITO

Sunday, April 26, 2015

Ikatan Pelajar Muhammadiyah


Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) berdiri 18 Juli 1961, hampir setengah abad setelah Muhammadiyah berdiri. Namun demikian, latar belakang berdirinya IPM tidak terlepas kaitannya dengan latar belakang berdirinya Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam amar ma'ruf nahi mungkar yang ingin metakukan pemurnian terhadap pengamalan ajaran Islam, sekaligus sebagai salah satu konsekuensi dari banyaknya sekolah yang merupakan amal usaha Muhammadiyah untuk membina dan mendidik kader. Oleh karena itulah dirasakan perlu hadirnya Ikatan Pelajar Muhammadiyah sebagai organisasi para pelajar yang terpanggit kepada misi Muhammadiyah dan ingin tampil sebagai pelopor, pelangsung penyempurna perjuangan Muhammadiyah.
 Jika dilacak jauh ke belakang, sebenarnya upaya para pelajar Muhammadiyah untuk mendirikan organisasi pelajar Muhammadiyah sudah dimulai jauh sebelum lkatan Pelajar Muhammadiyah berdiri pada tahun 1961. Pada tahun 1919 didirikan Siswo Projo yang merupakan organisasi persatuan pelajar Muhammadiyah di Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta. Pada tahun 1926, di Malang dan Surakarta berdiri GKPM (Gabungan Keluarga Pelajar Muhammadiyah). Selanjutnya pada tahun 1933 berdiri Hizbul Wathan yang di dalamnya berkumpul pelajar-pelajar Muhammadiyah.
   Setelah tahun 1947, berdirinya kantong-kantong pelajar Muhammadiyah untuk beraktivitas mulai mendapatkan resistensi dari berbagai pihak, termasuk dari Muhammadiyah sendiri. Pada tahun 1950, di Sulawesi (di daerah Wajo) didirikan Ikatan Pelajar Muhammadiyah, namun akhirnya dibubarkan oleh pimpinan Muhammadiyah setempat. Pada tahun 1954, di Yogyakarta berdiri GKPM yang berumur 2 bulan karena dibubarkan oleh Muhammadiyah. Selanjutnya pada tahun 1956 GKPM kembali didirikan di Yogyakarta, tetapi dibubarkan juga oleh Muhammadiyah (yaitu Majetis Pendidikan dan Pengajaran Muhammadiyah).
Setelah GKPM dibubarkan, pada tahun 1956 didirikan Uni SMA Muhammadiyah yang kemudian merencanakan akan mengadakan musyawarah se-Jawa Tengah. Akan tetapi, upaya ini mendapat tantangan dari Muhammadiyah, bahkan para aktifisnya diancam akan dikeluarkan dari sekolah Muhammadiyah bila tetap akan meneruskan rencananya. Pada tahun 1957 juga berdiri IPSM (Ikatan Pelajar Sekolah Muhammadiyah) di Surakarta, yang juga mendapatkan resistensi dari Muhammadiyah sendiri.
   Resistensi dari berbagai pihak, termasuk Muhammadiyah sendiri, terhadap upaya mendirikan wadah atau organisasi bagi pelajar Muhammadiyah sebenarnya merupakan refleksi sejarah dan politik di Indonesia yang terjadi pada awal gagasan ini digulirkan. Jika merentang sejarah yang lebih luas, berdirinya IPM tidak terlepas kaitannya dengan sebuah background politik ummat Islam secara keseluruhan. Ketika Partai Islam MASYUMI berdiri, organisasi-organisasi Islam di Indonesia merapatkan sebuah barisan dengan membuat sebuah deklarasi (yang kemudian terkenal dengan Deklarasi Panca Cita) yang berisikan tentang satu kesatuan ummat Islam, bahwa ummat Islam bersatu dalam satu partai Islam, yaitu Masyumi; satu gerakan mahasiswa Islam, yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI); satu gerakan pemuda Islam, yaitu Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPll); satu gerakan pelajar Islam, yaitu Pelajar Islam Indonesia (Pll); dan satu Kepanduan Islam, yaitu Pandu Islam (PI). Ternyata, kesepakatan bulat organisasi-organisasi Islam ini tidak dapat bertahan lama, karena pada tahun 1948 PSll keluar dari Masyumi yang kemudian diikuti oleh NU yang keluar pada tahun 1952.
Muhammadiyah tetap bertahan di dalam Masyumi sampai Masyumi membubarkan diri pada tahun 1959. Bertahannya Muhammadiyah dalam Masyumi pada akhirnya menjadi mainstream yang kuat  bahwa deklarasi Panca Cita hendaknya ditegakkan demi kesatuan ummat Islam Indonesia. Selain itu, resistensi justru dari Muhammadiyah terhadap gagasan IPM juga disebabkan adanya anggapan yang merasa cukup dengan adanya kantong- kantong angkatan muda Muhammadiyah, seperti Pemuda Muhammadiyah dan Nasyi'atut 'Aisyiyah, yang pada waktu itu cukup bisa mengakomodasikan  kepentingan para pelajar Muhammadiyah.
 Dengan kegigihan dan kemantapan para aktifis pelajar Muhammadiyah pada waktu itu untuk membentuk organisasi kader Muhammadiyah di kalangan pelajar akhirnya mulai didapat titik-titik terang danmulai muncul gejala-gejala keberhasilannya, yaitu ketika pada tahun 1958 Konferensi Pemuda Muhammadiyah Daerah di Garut berusaha melindungi aktifitas para pelajar Muhammadiyah di bawah pengawasan Pemuda Muhammadiyah. Mulai saat itulah upaya pendirian organisasi pelajar Muhammadiyah dilakukan dengan serius, intensif, dan sistematis. Pembicaraan- pembicaraan mengenai perlunya berdiri organisai pelajar Muhammadiyah banyak dilakukan oleh Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah. 
Berdasar keputusan Konferensi Pemuda Muhammadiyah di Garut tersebut yang diperkuat pada Muktamar Pemuda Muhammadiyah ke-2 pada tanggal 24-28 Juli 1960 di Yogyakarta, diputuskan untuk membentuk Ikatan Pelajar Muhammadiyah (Keputusan ll/No. 4). Keputusan tersebut antara lain sebagai berikut:
1.Muktamar Pemuda Muhammadiyah meminta  kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majetis   Pendidikan dan Pengajaran supaya memberi  kesempatan dan menyerahkan kompetensi  pembentukan IPM kepada PP Pemuda Muhammadiyah.
2.Muktamar Pemuda Muhammadiyah meng amanatkan kepada PP Muhammadiyah untuk menyusun konsepsi Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) dari pembahasan-pembahasan Muktamar tersebut, selanjutnya untuk segera dilaksanakan setelah mencapai kesepakatan pendapat dengan Majetis Pendidikan dan  Pengajaran PP Muhammadiyah .
Kata sepakat akhirnya tercapai antara Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majetis Pendidikan dan Pengajaran tentang pembentukan organisasi pelajar Muhammadiyah. Kesepakatan tersebut dicapai pada tanggal 15 Juni 1961 yang ditandatangani bersama antara Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah MajetisPendidikan  dan Pengajaran. Rencana pendirian IPM tersebut kemudian dimatangkan tagi dalam Konferensi Pemuda Muhammadiyah di Surakarta tanggal 18 20 Juli 1961. Akhirnya, secara nasional, metalui forum tersebut IPM resmi berdiri dengan penetapan tanggal 18 Juli 1961 sebagai hari kelahiran Ikatan Pelajar Muhammadiyah.
Berkembangnya IPM menghasilkan perluasan jaringan yang bisa menjangkau seluruh sekolah Muhammadiyah di Indonesia. Pimpinan IPM tingkat ranting didirikan di setiap sekolah Muhammadiyah. Berdirinya IPM di sekolah-sekolah Muhammadiyah ini ternyata kemudian menimbulkan kontradiksi dengan kebijakan pemerintah Orde Baru di dalam UU Keormasan yang menyatakan, bahwa satu- satunya organisasi pelajar di sekolah-sekolah yang ada di Indonesia hanyalah Organisasi Siswa intra-Sekolah (OSIS). Padahal, di sekolah-sekolah
Muhammadiyah sudah terdapat organisasi pelajar Muhammadiyah, yaitu IPM. Dengan demikian, ada dualisme organisasi pelajar di sekolah-sekolah Muhammadiyah. Dualisme itu menimbulkan ketegangan. IPM harus merubah namanya untuk tidak menggunakan kata "Pelajar". Dan ketegangan yang cukup signifikan terjadi ketika Muktamar IPM tahun 1989 yang rencananya dilangsungkan di Medan batal diselenggarakan dan tidak jelas statusnya karena tidak mendapat ijin penyelenggaraan dari pemerintah, atas nama UU Keormasan.
Situasi tidak menentu bagi eksistensi IPM berlanjut selama kurang lebih tiga tahun kemudian. Ketidakjelasan status dan eksistensi yang tidak menguntungkan itu akhirnya mencapai klimaknya pada saat Konferensi Pimpinan Wilayah IPM tahun 1992 di Yogyakarta, dimana Menteri Pemuda dan Olahraga saat itu (Akbar Tanjung) berkenan menghadiri Konpiwil secara khusus dan secara implisit menyampaikan kebijakan pemerintah kepada IPM, agar IPM melakukan penyesuaian dengan kebijakan pemerintah. Menyikapi himbauan pemerintah tersebut, akhirnya Pimpinan Pusat IPM membentuk Tim Eksistensi yang bertugas untuk menyelesaikan permasalahan ini. Setelah dilakukan pengkajian intensif, Tim Eksistensi ini merekomendasikan perubahan nama dari Ikatan Pelajar Muhammadiyah menjadi Ikatan Remaja Muhammadiyah.
Perubahan ini bisa jadi merupakan sebuah peristiwa yang tragis dalam sejarah organisasi, karena perubahannya mengandung unsur-unsur kooptasi dari pemerintah. Bahkan ada yang menganggap bahwa IPM tidak memiliki jiwa heroism sebagaimana yang dimiliki oleh Pelajar Islam Indonesia yang tetap tidak mau mengakui Pancasila sebagai satu-satunya asas organisasinya dan tidak mau mengganti kata Pelajar dari   nama organisasinya, sambil menerima konsekuensi tidak diakui keberadaannya oleh Pemerintah Orde Baru.
Namun, sesungguhnya perubahan nama tersebut, jika ditimbang-timbang, merupakan blessing in disguise (rahmat tersembunyi). Perubahan nama dari IPM ke IRM sebenarnya berpetuang semakin mempertuas jaringan dan jangkauan organisasi ini yang tidak hanya menjangkau pelajar, tetapi juga basis remaja yang lain, seperti kalangan remaja santri, remaja masjid, remaja kampung, dan lain-lain. Dengan demikian,lRM memiliki jangkauan garapan yang lebih luas yakni remaja. IRM dengan garapan yang luas tersebut mempunyai tantangan yang berat karena tanggung jawab moral yang semakin besar.
Gerakan IRM dituntut untuk dapat menjawab persoalan-persoalan keremajaan yang semakin kompleks di tengah dinamika masyarakat yang selatu mengalami perubahan. Keputusan pergantian nama ini tertuang dalam SK Pimpinan Pusat IPM Nomor Vl/PP.lPM/1992, yang selanjutnya disahkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada 18 Nopember 1992 metalui SK PP Muhammadiyah Nomor 53/SK-PP/IV.B/1.b/ 1992 tentang pergantian nama Ikatan Pelajar Muhammadiyah menjadi Ikatan Remaja Muhammadiyah. Dengan demikian, secara resmi perubahan IPM menjadi IRM adalah sejak tanggal 18 Nopember 1992.
Reformasi yang terjadi di Indonesia tahun 1998 yang berhasil meruntuhkan pemerintah Orde Baru kemudian mendasari para aktivis IRM untuk memikirkan perubahan kembali nama organisasi menjadi Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Keinginan untuk mengembalikan nama dari IRM menjadi IPM muncut pertama kali pada Muktamar XII di Jakarta tahun 2000. Pada setiap permusyawaratan Muktamar setanjutnya pun, dialektika pengembalian nama terus bergulir seperti "bola liar" tanpa titik terang. Barulah titik terang itu sedikit demi sedikit muncul pada Muktamar XV IRM di Medan tahun 2006. Pada Muktamar kali ini dibentuk "Tim Eksistensi IRM" guna mengkaji basis massa IRM yang nantinya akan berakibat pada kemungkinan perubahan nama.
Keputusannya IRM kembali menjadi IPM. PP Muhammadiyah akhirnya mendukung keputusan perubahan nama itu dengan  mengeluarkan SK nomenklatur tentang perubahan nama dari Ikatan Remaja Muhammadiyah menjadi Ikatan Pelajar Muhammadiyah atas dasar rekomendasi Tanwir Muhammadiyah di Yogyakarta tahun 2007. Walaupun sudah ada SK nomenklatur, namun di internal IRM masih mengalami gejotak antara pro dan kontra atas keputusan perubahan   nama tersebut.
 Selanjutnya, Pimpinan Pusat IRM mengadakan konsolidasi dengan seluruh Pimpinan Wilayah IRM se-Indonesia di Jakarta, Juli 2007, untuk membicarakan tentang SK nomenklatur. Pada kesempatan itu, hadir PP Muhammadiyah untuk menjelaskan perihal SK tersebut. Pada akhir sidang, setelah metalui proses yang cukup panjang, forum memutuskan bahwa IRM akan berganti nama menjadi IPM, tetapi perubahan nama itu secara resmi dilaksanakan pada saat Muktamar XVI IRM 2008 di Solo. Konsolidasi gerakan diperkuat lagi pada Konferensi Pimpinan Wilayah (Konpiwil) IRM di Makassar, 26-29 Januari 2008 (sebelum Muktamar XVI di Solo) untuk menata konstitusi baru IPM. Maka dari itu, nama IPM disyahkan secara resmi pada tanggal 28 Oktober 2008 di Solo.